Pak
Lo Kheng Hong adalah salah satu investor saham tersukses di Indonesia
yang kerap dijuluki “Warren Buffett Indonesia.” Ia dikenal sebagai praktisi
aliran value investing, yaitu pendekatan investasi yang berfokus pada
mencari saham perusahaan bagus yang dijual di bawah nilai intrinsiknya. Dalam
wawancara, seminar, dan tulisan-tulisannya, ia telah memaparkan berbagai
prinsip dan cara analisis yang digunakan untuk memilih saham yang layak untuk
investasi jangka panjang.
Berikut
adalah penjabaran lengkap mengenai cara Pak Lo Kheng Hong menganalisis saham
berdasarkan prinsip dan pendekatan yang ia praktikkan:
1.
Fokus pada Fundamental Perusahaan, Bukan Harga Saham
Pak
Lo tidak membeli saham karena harga naik atau karena ikut-ikutan. Ia hanya
membeli saham jika perusahaannya bagus secara fundamental, dengan harga
jauh lebih murah dari nilai wajar (intrinsic value). Ia percaya bahwa
harga saham akan mengikuti kinerja perusahaan dalam jangka panjang.
Beberapa
aspek fundamental yang dianalisis antara lain:
Pendapatan
(Revenue) dan
pertumbuhannya
Laba
bersih (Net profit)
Ekuitas
dan aset perusahaan
Return
on Equity (ROE) yang
tinggi dan konsisten
Utang
yang rendah atau terkendali
Arus
kas positif (operating cash flow)
2.
Harga Saham Harus Di Bawah Nilai Intrinsik
Ini
adalah prinsip utama value investing. Menurut Pak Lo, investor harus mencari “saham
murah”—yaitu saham perusahaan bagus tapi sedang dihargai murah oleh pasar
karena suatu sebab (misalnya sedang tidak populer, sedang krisis, atau belum
dilirik investor besar).
Alat
bantu yang sering digunakan untuk ini:
PER
(Price to Earning Ratio):
Pak Lo suka mencari saham dengan PER rendah, misalnya di bawah 10.
PBV
(Price to Book Value):
PBV di bawah 1 berarti saham dijual lebih murah dari nilai bukunya.
Margin
of safety: Selisih
antara harga pasar dan nilai intrinsik yang cukup besar untuk menghindari
risiko kerugian.
3.
Investasi Jangka Panjang
Pak
Lo sangat menekankan pentingnya kesabaran. Ia bisa menyimpan saham selama 5
hingga 10 tahun, atau bahkan lebih lama, asalkan fundamental perusahaan
tetap baik dan harganya belum mencapai nilai wajar.
4.
Membeli Saham Perusahaan yang Dipahami
Ia
hanya membeli saham dari perusahaan yang bisnisnya sederhana dan ia pahami,
seperti perbankan, properti, pertambangan, atau konsumer. Menurutnya, jika
seorang investor tidak memahami bagaimana perusahaan menghasilkan uang, maka ia
sedang berspekulasi, bukan berinvestasi.
5.
Menghindari Perusahaan yang Boros dan Banyak Utang
Pak
Lo menghindari saham perusahaan yang punya utang tinggi, arus kas negatif,
atau ekspansi tanpa kontrol. Ia menyukai perusahaan yang menghasilkan laba
bersih yang besar dengan modal yang efisien.
6.
Waktu Beli: Saat Pasar Pesimis
Pak
Lo sering membeli saham saat krisis ekonomi atau ketika pasar sedang takut
(misalnya saat krisis 1998 atau 2008). Saat itu, banyak saham perusahaan bagus
yang harganya jatuh jauh di bawah nilai wajarnya.
Ia
percaya pada prinsip Buffett: “Be greedy when others are fearful, and
fearful when others are greedy.”
7.
Tidak Perlu Takut Saham Sepi
Pak Lo tidak masalah membeli saham yang kurang populer atau tidak likuid, asalkan perusahaannya bagus. Ia lebih mementingkan nilai perusahaan dibanding tren pasar. Menurutnya, investor seharusnya membeli perusahaan, bukan sekadar saham.
0 Comments:
Post a Comment