Jakarta, Sinar Harapan
Sejak pemberantasan korupsi di dalam negeri digencarkan di bawah pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, banyak pejabat dan mantan pejabat mengalihkan investasinya dengan menukarkan rupiah ke dolar Amerika Serikat (AS) selain memborong barang berharga berupa emas perhiasan, batangan, dan properti.
Demikian sumber SH yang menetap di Singapura, Rabu (15/12) pagi. Menurutnya, banyak orang Indonesia yang menguras deposito dan membawa uang dolar untuk membeli barang berharga seperti emas dan properti. Di Singapura, memang sudah dikenal bahwa kalangan pejabat dan mantan pejabat memiliki tabungan atau deposito di sejumlah bank.
Para pejabat itu diduga mendapat uang dari hasil korupsi dan komisi dari transaksi penyelundupan serta penggelapan dana pajak. Dana tersebut disimpan di sejumlah bank di Singapura atas nama keluarga para pejabat atau mantan pejabat tersebut. Bagi pejabat dan mantan pejabat Indonesia, Singapura menjadi ”surga” untuk menyimpan kekayaan secara aman dan sulit dideteksi, lanjut sumber itu.
Tingginya permintaan dolar serta emas batangan itu mengakibatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS makin melemah. Sampai-sampai dikatakan stok emas batangan yang dimiliki para pedagang di Singapura dikabarkan juga sudah habis dibeli orang Indonesia.
Mereka mengalihkan dana deposito dan membeli barang karena takut ketahuan dananya hasil korupsi, terutama setelah upaya pemberantasan korupsi digencarkan.
Masih menurut sumber itu, kebiasaan lain yang cukup mencolok di Singapura adalah orang Indonesia selain suka berfoya-foya dan berbelanja, juga banyak pejabat yang melakukan medical check-up di rumah sakit di Singapura dengan tarif mahal yakni US$ 3.000 per malam, belum termasuk biaya dokter dan obat. ”Kalau jalan-jalan ke rumah sakit di Singapura, pejabat dan keluarga pejabat dari Indonesia umumnya mengambil ruangan yang paling mewah,” katanya.
Sementara itu pengamat pasar uang Farial Anwar mengatakan tidak menangkap kesan seperti itu. ”Berita tersebut bisa benar dan bisa juga tidak,” katanya. Ia berpendapat pembelian dolar yang meningkat akhir-akhir ini bukan dilakukan oleh individu melainkan didominasi oleh korporat untuk keperluan transaksi valuta asing seperti membayar kewajiban yang jatuh tempo di akhir tahun, pembelian bahan baku impor dan konversi mata uang setelah mendapatkan keuntungan dari pasar saham.
Selain itu, terdepresiasinya nilai rupiah terhadap dolar AS juga disebabkan oleh sikap antisipatif pelaku pasar terhadap kenaikan harga BBM. (dan/kbn)
Sumber: Sinar Harapan, Rabu, 15/12/04 ed by KS
0 Comments:
Post a Comment